Dahulu,
di sebuah desa di wilayah Pulau Bali, tinggallah seorang pemuda tampan bernama
Manik Angkeran. Ayahnya bernama Empu Sidhi Mantra. Manik Angkeran terpengaruh
lingkungan yang tidak baik. Ia menjadi seorang yang hidup dari berjudi. Inilah
yang membuat pusing orang tuanya.
“Anakku,
sadarlah bahwa judi itu merusak segalanya,” kata orang tua Manik Angkeran.
Tetapi, Manik Angkeran tidak peduli dengan ucapan orang tuanya. Hampir setiap
hari, Manik Angkeran berada di tempat penyabungan ayam. Setelah penyabungan
tutup, ia lanjutkan dengan judi kartu.
“Kalau
kau tidak
mau
menghentikan judimu, lebih baik kau pergi dari rumah ini!,” kata ayah Manik
Angkeran dengan nada mengancam. Tetapi, karena judi sudah mendarah daging dalam
dirinya, kata-kata ancaman sekeras apapun tetap tidak didengar. Masuk telinga
kanan keluar telinga kiri dan begitu sebaliknya.
Karena
merasa gagal mendidik dan tidak bisa menyadarkan, Empu Sidhi Mantra menitipkan Manik Angkeran kepada seorang Brahmana
yang bernama Brahmana Danghyang Nirarta atau dikenal dengan nama Pedanda Sakti
Wawu Rauh. Lalu Manik Angkeran menjadi anak asuh Danghyang Nirarta.
Apakah
Manik Angkeran sadar ? Ternyata ia masih gila judi. Brahmana Danghyang
Nirarta mencari jalan keluar agar Manik Angkeran dapat meninggalkan judi.
“Mulai hari ini, kamu harus melakukan tapa. Bertobatlah kepada Sang Dewata agar
kau dapat meninggalkan judi,” kata Brahmana Danghyang Nirarta kepada
Manik Angkeran.
Mendengar
anjuran Brahmana Danghyang Nirarta, Manik Angkeran mulai melakukan tapa.
Ia bertapa di sebuah Pura Gua yang berada di sebelah kiri bagian depan Pura
Besakih, sesuai dengan anjuran Brahmana Danghyang Nirarta. Konon dalamnya
lubang Pura Gua di Pura Besakih berhubungan langsung dengan lubang Pura Gua Lawah
di Klungkung.
Pada
hari pertama, Manik Angkeran masih dapat memusatkan perhatian secara penuh
dalam tapanya. Tetapi, tiba pada hari ketiga Manik Angkeran mendapat firasat
bahwa ia akan ditemui oleh seekor naga. “Hem, aku akan minta ajian kepada Naga
yang mendiami Pura Gua ini agar aku bisa menang terus dalam berjudi,” kata
Manik Angkeran dalam hati. Ia bertambah khusuk dalam semadinya, maksudnya agar
dapat cepat memperoleh apa yang diinginkan itu.
Tiba-tiba
ular Naga yang dikenal dengan nama Naga Besukih muncul di depan Manik Angkeran.
Manik Angkeran terkejut, keringat dingin keluar dari badannya. Manik Angkeran
menggigil karena ketakutan. “Jangan takut, aku datang untuk menemuimu.
Permintaanmu untuk mendapat ajian akan kukabulkan,” kata Naga Besukih sambil
menggeram. Manik Angkeran mengucapkan terima kasih dan segera pulang.
Berbekal
ajian yang dimiliki Manik Angkeran turun di gelanggang perjudian. “Aku tantang
mereka!,” ucap Manik Angkeran sambil memainkan kartu judi. Ternyata Manik
Angkeran selalu menang. Manik Angkeran kurang puas dan berniat ingin menguasai
tempat perjudian tersebut. Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, Manik
Angkeran kembali bertapa di Pura Gua Besakih.
Manik
Angkeran mulai bertapa di Pura Gua lagi. Tidak berapa lama Naga Besukih menemui
Manik Angkeran. “Permintaanmu kukabulkan,” kata Naga Besukih. Betapa senangnya
hati Manik Angkeran. Naga Besukih dengan perlahan-lahan masuk gua lagi. Manik
Angkeran terperanjat melihat Naga Besukih berekor emas berlian. Karena serakah,
Manik Angkeran berniat mengambil ekor Naga Besukih. “Aku akan kaya raya bila
mendapatkan ekor Naga Besukih. Manik Angkeran segera memotong ekor Naga
Besukih, lalu dengan cepat melarikan diri meninggalkan Pura Gua.
Merasa
ekornya dipotong oleh Manik Angkeran, Naga Besukih berusaha mengejarnya. Karena
badannya besar, larinya lambat. Maka Naga Besukihmematuk pijakan kaki Manik Angkeran. Seketika
itu juga Manik Angkeran meninggal. Karena sudah lama Manik Angkeran tidak
pulang ke rumah, Brahmana Danghyang Nirarta mencari ke Pura Gua
Besakih. Naga Besukih menjelaskan bahwa Manik Angkeran telah ia bunuh, karena
telah memotong ekornya. Naga Besukih tidak tahu kalau Manik Angkeran adalah
anak asuh BrahmanaDanghyang Nirarta. Maka, Naga Besukih minta maaf dan bersedia
menghidupkan kembali Manik Angkeran. Begitu juga Danghyang
Nirarta minta maaf karena ulah Manik Angkeran dan bersedia mengembalikan
ekor Naga Besukih. Setelah Manik Angkeran hidup kembali, ia menjadi sadar dan
mau bertobat. Mpu Sidhi Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi
dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat hidup bersama.
“Kamu
harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” kata Mpu Sidhi Mantra. Dalam
sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang
makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra
membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi
selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
Moral : Sifat tamak atau serakah adalah sifat yang sangat buruk.
Karenanya keserakahan dapat menyebabkan seseorang menjadi celaka dan mendapat
balasan yang setimpal.
Cerita
Kebo Iwa
Di desa
Bedahulu wilayah kabupaten Tabanan, Bali pada zaman dahulu, hiduplah sepasang
suami istri. Mereka kaya, hanya saja mereka belum mempunyai anak. Bagi
penduduk Bali pada masa itu, manusia yang belum mempunyai keturunan adalah
manusia yang siasia hidupnya.
Suatu hari
mereka pergi ke Pura Desa. Mereka memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberi
keturunan. Ki Patih Kebo Iwa adalah keturunan Arya Karang Buncing di Blah
Batuh-Gianyar yang lahir dari padipaan disaat sira Arya Karang Buncing
memohonketurunan dihadapan Hyang Penguasa Alam Semesta, begitu lahir
sudah mampu makan ketupat kelan ( 6 biji ) setelah dewasa Ki Kebo Iwa mempunyai
tubuh yang sangat besar dan kekar diluar ukuran orang biasa ( +_7 M ) dan
memiliki kesaktian yang
dimiliki
dibawa dari lahir, kesaktian dan kekuatan tiada yang menyamai diseantero jagat.
Setiap hari anak itu makan makin banyak dan makin banyak.
Anak itu
tumbuh menjadi orang dewasa yang tinggi besar. Karena itu ia dipanggil dengan
nama Kebo Iwa, yang artinya paman kerbau. Kebo
Iwa makan dan makan terus dengan rakus. Lama-lama habislah harta orang tuanya
untuk memenuhi selera makannya. Mereka pun tak lagi sanggup memberi makan
anaknya. Dengan berat hati mereka
meminta bantuan desa. Sejak itulah segala kebutuhan makan Kebo Iwa ditanggung
desa. Penduduk desa kemudian membangun rumah yang sangat besar untuk Kebo Iwa.
Mereka pun memasak makanan yang sangat banyak untuknya. Tapi lama-lama penduduk
merasa tidak sanggup untuk menyediakan makanan. Kemudian mereka meminta Kebo
Iwa untuk memasak sendiri. Mereka cuma menyediakan bahan mentahnya. Bahan-bahan
pangan tersebut diolah oleh Kebo Iwa di Pantai Payan, yang bersebelahan dengan
Pantai Soka.Danau Beratan merupakan tempat dimana , Kebo Iwa biasanya
membersihkan, walaupun jaraknya cukup jauh namun dengan tubuh besarnya jarak
tidak menjadi masalah baginya, dia bisa mencapai setiap tempat yang
diinginkannya di wilayah Bali dengan waktu singkat.
Kebo Iwa
memang serba besar. Jangkauan kakinya sangat lebar, sehingga ia dapat bepergian
dengan cepat. Kalau ia ingin minum, Kebo Iwa tinggal menusukkan telunjuknya ke
tanah. Sehingga terjadilah sumur kecil yang mengeluarkan air.
Walaupun
terlahir dengan tubuh besar, namun Kebo Iwa adalah seorang pemuda dengan hati
yang lurus. Suatu ketika dalam perjalanannya pulang dariDanau beratan, Tampak
segerombolan orang dewasa yang tidak berhati lurus, Dari kejauhan para warga
desa merasa sangat cemas. Tampak seorang dari mereka tersita perhatiannya pada
seorang gadis cantik. Laki-laki itu menggoda gadis ini dengan kasar, gadis ini
menjadi takut dan enggan berbicara. Laki-laki itu semakin bernafsu dan
tangan-tangannya mulai melakukan tindakan yang tidak senonoh. Tiba-tiba Kebo Iwa muncul di belakang
gerombolan tersebut, mencengkeram tangan salah seorang dari mereka, nampak
kegeraman terpancar dari wajahnya, laki-laki itu menjerit kesakitan, gerombolan
itu sangat terkejut melihat Kebo Iwa yang begitu besar, ketakutan nampak dari
raut muka gerombolan tersebut. Gerombolan tersebut lari tunggang langgang.
Demikianlah
Kebo Iwa membalas jasa baik para warga desanya dengan menjaga keamanan di mana
dia tinggal. Tubuh yang besar sebagai karunia dari Sang Hyang Widi dimanfaatkan
dengan sangat baik dan benar oleh Kebo Iwa.
|
Pura Gunung Kawi, Bali. Kebo Iwa mengukir batu dengan
kukunya
|
Pada abad 11
Masehi, sebuah karya pahat yang sangat megah dan indah dibuat di dinding Gunung
Kawi, Tampaksiring. Kebo Iwa yang memahat dinding gunung dengan indahnya, hanya
dengan menggunakan kuku dari jari tangannya saja. Karya pahat tersebut dibuat
hanya dalam waktu semalam suntuk, menggunakan kuku dari jari tangan Kebo Iwa. Pahatan tersebut diperuntukkan memberikan penghormatan kepada
Raja Udayana, Raja Anak Wungsu ,Permaisuri dan perdana menteri raja yang
disemayamkan disana. Raja Anak Wungsu adalah raja yang berhasil mempersatukan
Bali.
Salah satu
hal yang paling istimewa dari Kebo Iwa adalah kemampuannya untuk membuat sumur
mata air. Kebo Iwa dengan segenap kekuatan menusukkan jari tangannya ke dalam
tanah. Dengan kekuatan jari tangannya yang dahsyat, dia mampu mengadakan sebuah
sumur mata air, hanya dengan menusukkan jari telunjuknya ke dalam tanah. Beragam kemampuan yang luar biasa
tersebut, menyebabkan timbulnya daya tarik tersendiri dari pribadi seorang Kebo
Iwa. Dan kekuatan luar biasa itu, menyebabkan seorang raja yang berkuasa
keturunan terakhir dari Dinasti Warma Dewa, bernama Sri Astasura Bumi Banten.
menginginkan Kebo Iwa untuk menjadi salah satu patihnya di wilayah Blahbatuh.
Yang juga dikenal dengan sebutan Raja Bedahulu. (‘Beda’ diartikan sebagai
kekuatan yang berbeda). Kebo Iwa diangkat menjadi Patih kerajaan dan saat itu
dia mengucapkan Janji bahwa selama Kebo Iwa masih bernafas Bali tidak akan
pernah dikuasi. Dengan dukungan
dari patih Kebo Iwa yang luar biasa kuat, Sri Astasura Bumi Banten menyatakan
bahwa kerajaannya tidak akan mau ditundukkan oleh Kerajaan Majapahit yang
berkehendak untuk menaklukkan kerajaan di Bali.
Adapun
kerajaan Majapahit waktu itu dipimpin oleh Raja Tri Bhuwana Tungga Dewi, dengan
patihnya yang paling terkenal dengan terkenal dengan Sumpah Palapanya (sumpah
untuk tidak menikmati kenikmatan dunia bila seluruh wilayah nusantara belum
dipersatukan di bawah panji Majapahit) yang bernama Gajah Mada. Karena kehebatannya, Kebo Iwa dapat menahan serbuan pasukan
Majapahit yang hendak menaklukkan Bali. Semua kapal-kapal perang Majapahit
ditenggelamkan selagi berada di Selat Bali. Maha Patih
Majapahit pun mengatur siasat. Dalam siasat yang diatur, Gajah Mada memberikan
pujian kepada Baginda Sri Astasura Bumi Banten dan Patih Kebo Iwa tanpa
menimbulkan kecurigaan. Lantas, Raja Majapahit membujuk Patih kebo Iwa untuk
melakukan perjalanan ke Majapahit guna menikahi wanita terhormat nan jelita
pilihan raja yang berasal dari Lemah Tulis. Menanggapi tawaran dari Majapahit, Patih Kebo Iwa yang setia
terhadap rajanya, memohon petunjuk dan persetujuan dari baginda Sri Astasura
Bumi Banten. Sang Raja menyetujuinya tanpa rasa curiga.Sebelum pergi ke
Majapahit, Patih Kebo Iwa terlebih dahulu melakukan upacara keagamaan di Pura
Uluwatu, untuk meminta kekuatan dari Sang Hyang Rudra. Dan Sang Hyang Rudra
memenuhi permintaan Kebo Iwa, mengakibatkan meningkatnya kekuatan dan kesaktian
menjadi sangat luar biasa.
Kedatangan
Patih Kebo Iwa ke tanah Majapahit menyebabkan para tentara, baik yang belum
pernah melihatnya maupun yang pernah takluk atas kekuatannya, menjadi
terperangah, kagum, bercampur rasa ngeri dan waspada, Tentara Majapahit,
menampakkan ekspresi terkejut dan cemas. Arah pandang mereka terpusat ke satu
tujuan yang sama. Beberapa diantara mereka nampak sedang berbisik pelan dengan
teman yang berada di sebelahnya;
“Lihatlah
ukuran tubuhnya! Luar biasa ! Mengerikan !”.
Patih Gajah
Mada menyambut kedatangan Patih Kebo Iwa:
“Salam, Patih
yang tangguh ! Selamat datang di Kerajaan Majapahit”
Patih Kebo
Iwa yang menimpali salam dari Patih Gajah Mada.
Kebo Iwa : “Terima Kasih Patih, kiranya anda
bersedia untuk langsung menjelaskan maksud dari Baginda Tri Bhuwana Tungga Dewi
yang meminta saya untuk datang ke Majapahit.
Gajah Mada : “Seperti yang telah dikabarkan
sebelumnya, Patih kebo Iwa, baginda Raja mengharapkan kedatangan patih guna
menjalin suatu tali persahabatan dengan Kerajaan Bedahulu di Bali dan juga
berharap agar patih bersedia menemui wanita terhormat pilihan baginda yang
dirasa pantas untuk mendampingi seorang patih yang tangguh seperti anda”.
Gajah Mada
menarik nafas panjang kemudian melanjutkan kata-katanya:
“Akan tetapi
sebelumnya, akan sangat berati apabila Patih kerajaan. Kebo Iwa berkenan
membuat sumur air di sana yang nantinya akan dipersembahkan untuk wanita calon
pendamping anda. Lebih lagi, sumur itu nantinya juga akan dimanfaatkan oleh
rakyat kerajaan Majapahit yang saat ini sedang kekurangan air. Kiranya patih
berkenan mengabulkan permohonan ini."
Patih Kebo
Iwa memiliki jiwa besar dan lurus hatinya, akhirnya diapun meluluskan
permintaan tersebut.Nampak Patih Kebo Iwa yang sedang mempertimbangkan
permintaan tersebut. Kemudian memutuskan untuk memenuhi permintaan tersebut.
Kebo Iwa (berpikir sejenak) kemudian dia berkata:
“Baiklah,
biarlah kekuatanku ini kupergunakan untuk sesuatu yang menghadirkan berkat bagi
orang banyak”.
Tanpa banyak
cakap lagi, Patih Kebo Iwa segera melakukan aktivitasnya untuk menciptakan
sebuah sumur air. Sebelum memulai pekerjaannya, tidak lupa Patih Kebo Iwa
meminta pedoman dari Sang Hyang Widi.
Kebo Iwa : (dalam hati) "Ya yang Kuasa, segala
yang akan saya lakukan semoga menggambarkan kebesaran namaMu."
Kebo Iwa
mulai menggali sumur di tempat yang telah ditunjuk. Dalam waktu yang cukup singkat, sumur telah tergali cukup dalam.
Namun belum ada mata air yang keluar. Di atas lubang sumur yang digali oleh
Patih Kebo Iwa, para prajurit Majapahit terlihat berkerumun, nampak mereka
memusatkan pehatian pada Patih Gajah Mada. Seakan mereka menantikan sesuatu
perintah…Tiba-tiba Gajah Mada berteriak:
“Timbun dia dengan batu………!!!!”
Seketika itu juga, para prajurit menimbun kembali lubang sumur
yang sedang dibuat, dengan Patih Kebo Iwa berada di dalamnya. Para prajurit
menimbun lubang sumur dengan batu hasil galian itu sendiri, nampak Kebo Iwa
sangat terkejut dan berusaha menahan jatuhnya batu. Dalam waktu yang singkat,
lubang sumur itupun tertutup rapat. Mengubur
seorang
pahlawan besar didalamnya. Patih Gajah Mada yang berbicara kepada para
parjuritnya.
Gajah Mada : “Sungguh amat disayangkan seorang
pahlawan besar seperti dia harus mengalami ini. Namun, hal ini terpaksa harus
dilakukan, agar nusantara ini dapat dipersatukan. Dengan ini kerajaan Bali akan
menjadi bagian dari Majapahit”.
Tiba-tiba
timbunan batu melesat ke segala penjuru, menghantam prajurit Majapahit.
Terdengar teriakan membahana dari dalam sumur.
Kebo Iwa :
(berteriak) “Belum ! Bali
masih tetap merdeka, karena nafasku masih berhembus !!.
Batu-batu
yang ditimbunkan melesat kembali keangkasa dibarengi dengan teriakan prajurit
Majapahit yang terhempas batu. Dari dalam sumur, keluarlah Patih Kebo Iwa, yang
ternyata masih terlalu kuat untuk dikalahkan. Patih Gajah Mada terkejut,
menyaksikan Patih Kebo Iwa yang masih perkasa, dan beranjak keluar dari lubang
sumur.
Kebo Iwa : “Dan pembalasan adalah apa yang
kutuntut dari sebuah pengkhianatan !”
Patih Kebo
Iwa menyerang Patih Gajah Mada kemarahan dan dendam mewarnai pertempuran.
Akibat amarah dan dendam yang dirasakan oleh Patih Kebo Iwa, pertempuran
berlangsung sengit selama beberapa waktu. Disela-sela saling serang Gajah Mada berteriak :
”Untuk memersatukan dan memperkuat nusantara, segenap kerajaan
hendaklah dipersatukan terlebih dahulu. Dan kau berdiri di garis yang salah
sebagai seorang penghalang !”.
Kesaktian
Patih Kebo Iwa, sungguh menyulitkan usaha Patih Gajah Mada untuk
menundukkannya. Pertempuran antara keduanya masih berlangsung hebat, namun
amarah dan dendam Patih Kebo Iwa mulai menyurut…Dan rupanya Patih Kebo Iwa
tengah bertempur seraya berpikir. Dan apa yang tengah dipikirkan olehnya,
membuat dia harus membuat keputusan yang sulit.
Kebo Iwa :
(dalam hati) "Kerajaan Bali pada akhirnya akan dapat ditaklukkan oleh
usaha yang kuat dari orang ini, keinginannya untuk mempersatukan nusantara agar
menjadi kuat kiranya dapat aku mengerti kini."
Namun
apabila, aku menyetujui niatnya dan ragaku masih hidup, apa yang akan aku
katakan nantinya pada Baginda Raja sebagai sangkalan atas sebuah prasangka
pengkhianatan ? Masih dalam keadaan bertempur, secara sengaja Patih Kebo Iwa
melontarkan pernyataan yang intinya mengenai hal untuk mengalahkan
kesaktiannya.
Kebo Iwa : “Wahai Patih Gajah Mada !
Cita-citamu untuk membuat nusantara menjadi satu dan kuat kiranya dapat aku
mengerti, namun selama ragaku tetap hidup sebagai abdi rajaku, aku akan menjadi
penghalangmu. Maka, taklukkan aku, hilangkan kesaktianku dengan menyiramkan
bubuk kapur ke tubuhku. Pernyataan
Patih Kebo Iwa rupanya membuat terkesiap"
Patih Gajah
Mada. Patih Gajah Mada menunjukkan reaksi keheranan yang amat sangat atas
perkataan Patih Kebo Iwa. Gajah Mada yang mengerti atas keinginan Kebo Iwa, nampak
menghantamkan jurusnya ke batu kapur, batu itupun luluh lantakmenjadi serpihan
bubuk. Patih Gajah Mada menyapukan bubuk tersebut ke arah Patih Kebo
Iwa dengan ilmunya, bubuk kapur menyelimuti tubuh sang patih Nampak Patih Kebo
Iwa, sesak napasnya oleh karena bubuk kapur tersebut. Kiranya bubuk
kapur tersebut membuat olah pernapasan Patih Kebo Iwa menjadi terganggu, hal
tersebut mengakibatkan kesaktian tubuh Patih Kebo Iwa menjadi lenyap.Patih
Gajah Mada melesat ke arah Patih Kebo Iwa,menusukkan kerisnya ke tubuh Kebo Iwa
(Dalam cerita lain dikisahkan bahwa setelah Patih Gajah Mada menaburkan bubuk
pamor ke Patih Kebo Iwa, maka seketika itu juga Patih Kebo Iwa melesat
menghilang tanpa bekas alias moksa) . Dan sebelum
kepergiannya, dengan sisa tenaga yang ada Patih Kebo Iwa mengutarakan apa yang
ingin dikatakan untuk terakhir kali.
Patih Kebo
Iwa : “Kiranya kematianku
tidak sia-sia adanya…biarlah nusantara yang kuat bersatu hasil yang pantas atas
harga hidupku”.
Patih Gajah
Mada dengan raut muka sedih, memberikan jawaban atas perkataan Patih Kebo
Iwa.
Gajah Mada : “Kepergianmu sebagai tokoh besar
akan terkenang dalam sejarah… Sejarah suatu nusantara yang satu dan kuat”.
Tak lama
setelah mendengar pernyataan tersebut, napas terakhirpun pergilah sudah,
meninggalkan raga seorang patih tertangguh dalam sejarah Bali… dan pertiwi pun
meredup melepas kepergian salah satu putra terbaiknya. Dengan meninggalnya Kebo Iwa, Bali pun
dapat ditaklukkan Majapahit. Berakhirlah riwayat orang besar yang berjasa pada
Pulau Bali.
Pelajaran
yang bisa diambil:
1.
“Kita harus selalu waspada dengan kebaikan yang ditawarkan pihak
musuh, kejujuran dan kepolosan itu sungguh utama namun kitar harus
menempatkannya pada posisi yang benar”
2.
Dalam politik dan kekuasaan hal-hal tipu muslihat, dan hal-hal
kotor dari jaman dahulu hingga kini tidak bisa dielakkan, selalu ada dan hadir
dalam sistem politik untuk meraih kemenangan
3.
Kekuatan yang besar yang dianugrahkan Tuhan kepada kita mestinya
digunakan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan untuk menyakiti mahluk lain.